Ini hanya coretan sederhana saya tetang pengalaman saya mengelola perkuliahan online, pelatihannya, maupun tanggung jawab saya saat menulis ini sebagai pengembang elearning dalam rangka dana hibah Islamic Development Bank di Universitas Negeri Surabaya. Saya katakan sederhana, karena memang tidak bermaksud mengupas secara mendalam-ilmiah.
Negara ini mulai tahun 2014 secara terang-terangan membuka peluang untuk penyelenggaraan kelas perkuliahan online (elearning) secara penuh waktu (dalam hitungan 1 semester) dan mengakui nilai yang dikeluarkan bagi mahasiswa oleh dosen. Benar-benar penuh waktu, sehingga dosen dan mahasiswa (dan juga mahasiswa dengan mahasiswa lain) tidak lagi harus pernah bertemu langsung. Tahun 2014 itu saya ikut datang mewakili Unesa bersama satu dosen lagi, untuk mengikuti sosialisasi pemberian hibah "pembukaan" program studi full elearning. (Calon) mahasiswa bisa mendaftar, kuliah, dan mendapat ijazah resmi dari universitas sepenuhnya dengan cara online (baik membayar SPP, proses perkuliahan, bahkan pengambilan ijazah). Setahu saya, di berbagai universitas ternama dunia memang sudah banyak yang menyelenggarakan pendidikan jarak jauh seperti ini. Dan Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional RI juga menjamin hal ini.
Tentu, hal ini masih perlu banyak pembenahan dan secara filosofis memang menggeser pemaknaan pendidikan, khususnya dalam hal interaksi perkuliahan yang tidak akan pernah sama persis "suasana edukasinya" dengan pembelajaran tatap muka. Tetapi ini bukan sesuatu yang keliru (setidaknya menurut para pengembang elearning dunia yang sudah mapan). Bisa dikatakan, elearning merupakan salah satu "bentuk" pendidikan yang komplementatif terhadap bentuk pendidikan yang sudah ada. Perlu pemikiran, penelitian, dan tentu pengembangan lebih lanjut untuk hal ini.
Setidaknya, melalui pelatihan elearning yang pernah saya ikut dari dana USAID beberapa tahun lalu saya memahami betul keabsahan elearning, DENGAN CATATAN, bahwa elearning tidak sekedar dipahami sebagai "titip" file slide, teks, video, dsb ke LMS (situs elearning), melainkan benar-benar sebagai pembelajaran online: ada sapaan di awal kuliah dari dosen ke mahasiswa, ada percakapan antar mahasiswa terkait topik tertentu perkuliahan, ada presentasi dosen, ada diskusi kelas, ada rubrik penilaian, dan seterusnya yang semua itu berbasis online. Pelatihan elearning yang benar, sesungguhnya ya seperti yang diselenggarakan via dana USAID itu. Bukan sekedar melatih dosen untuk mengunggah, mengunduh, mengetahui cara login sistem, atau semacamnya yang muaranya melatih dosen untuk "gaul" dengan menu-menu LMS elearning itu, dan tidak diteruskan dengan bagaimana proses "riil" perkuliahan online sesungguhnya.
DIKTI tahun 2015 ini menangkap semangat jaman untuk elearningisasi melalui kuliah dalam jaringan (daring) di http://pditt.belajar.kemdikbud.go.id. Sudah terbukti bahwa gagap kebijakan petinggi kampus tentang pelaksanaan elearning full, sudah harus diakhiri. Keserempakan dan koordinasi antar Perguruan Tinggi tentang pengelolaan elearning ini, layaknya kunci gembok, membuka berbagai kemungkinan suasana pendidikan tanah air ke depan. Pengakuan nilai yang didapat mahasiswanya yang ikut kuliah di PT lain, atau mahasiswa yang mengikuti elearning di PT itu tetapi tidak pernah sekalipun menginjakk'an kaki di PT yang diikuti perkuliahannya, pengelolaan dana mahasiswa yang lintas PT, dsb, adalah berbagai kebijakan kunci itu.
Bagaimana di Unesa?
Sebagai bagian dari 7 Universitas yang memperoleh dana hibah IDB, tahun ini Unesa menyelenggarakan hibah modul elearning yang ditawarkan ke dosen-dosennya untuk berkompetisi memperoleh support dana maksimal 100 juta rupiah per program elearning mata kuliah. Itu dana yang tidak sedikit, dan outputnya layak diharapkan berkontribusi besar terhadap kualitas elearning Unesa. Seperti yang saya katakan di atas, kualitas yang diharapkan tentu tidak sekedar berwujud banyaknya file berekstensi pdf, ppt, mp4, swf, dll yang bertaburan di perkuliahan tersebut, dan apalagi bukan sekedar memindah teks atau video buatan orang lain ke perkuliahan dosen tersebut. Kualitas yang dimaksud adalah "perkuliahan sesungguhnya" melalui dunia maya, melalui elektronik.
Ke depan, dosen di kota A mengajar "tatap muka" mahasiswanya via teleconference atau penggunaan tablet, laptop, dan semacamnya dengan melengkapi gadget/media elektroniknya suatu aplikasi seperti detektor cuaca atau bahkan hologram virtual. Unesa, memulai itu tahun ini. Bukan memulai "pengadaan" elearning, tetapi memulai visi, semangat, dan sistem pendidikan elearning dalam arti sesungguhnya.
Sengaja saya lampirkan file "template proposal hibah modul elearing IDB Unesa" yang saya buat dari kompilasi berbagai sumber internet, dan disesuaikan dengan LMS elearning Unesa (http://vi-learn.unesa.ac.id) untuk bahan pemikiran saja bahwa visi, semangat, dan sistem pendidikan elearing di Unesa, sungguh-sungguh telah dimulai.
Selamat ber-elearing ria...!
Dr. Made Pramono, M.Hum. (hehe... kali ini pake gelar doktor segala)
Klik di sini untuk file template proposal hibah itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar