28 Oktober 2022

Moh Yamin dalam Sumpah Pemuda

 Sumpah Pemuda Peran Mohammad Yamin dalam Sumpah Pemuda & Ide Bahasa Persatuan 

Peran Mohammad Yamin dalam peristiwa bersejarah Kongres Pemuda sangat krusial. Ia adalah salah satu tokoh yang menggagas sekaligus merumuskan ikrar atau teks naskah Sumpah Pemuda dalam Kongres Pemuda II di Batavia (Jakarta) tanggal 28 Oktober 1928. Sebelum itu, M. Yamin juga turut andil di Kongres Pemuda I pada 1926. 

Mohammad Yamin dilahirkan di Talawi, Sawahlunto, Sumatera Barat, tanggal 2 Agustus 1903. Pendidikan dasarnya ditempuh di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) Palembang, kemudian lanjut ke Algemeene Middelbare School (AMS) Yogyakarta. Setelah menamatkan AMS di Yogyakarta, Mohammad Yamin melanjutkan kuliah di Rechtshoogeschool te Batavia atau Sekolah Tinggi Hukum di Batavia (cikal bakal Fakultas Hukum Universitas Indonesia). 

Dikutip dari Java in a Time of Revolution: Occupation and Resistance 1944–1946 (1972) yang ditulis oleh Benedict Anderson, Mohammad Yamin lulus pada 1932 dengan meraih gelar Master in de Rechten atau sarjana hukum. 

Selain dikenal sebagai aktivis pergerakan serta ahli hukum, Mohammad Yamin juga merupakan politisi, diplomat, sejarawan, sastrawan, serta budayawan yang telah menelurkan banyak karya, mulai dari buku tentang politik dan sejarah atau hukum, puisi, naskah drama, dan lain sebagainya. 

Kelak, setelah Indonesia merdeka, Mohammad Yamin menempati beberapa posisi di pemerintahan, termasuk sebagai Menteri Kehakiman, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Sosial, hingga Menteri Penerangan. 

Gagasan Mohammad Yamin di Kongres Pemuda I tentang Bahasa Persatuan Mohammad Yamin mengawali kiprah politik pergerakannya ketika kuliah di Batavia (Jakarta) pada perjalanan dekade 1920-an. Dinukil dari Menjadi Indonesia (2006) karya Parakitri T. Simbolon, Mohammad Yamin kala itu bergabung dengan Jong Sumatranen Bond. 

Ketika Kongres Pemuda I digelar di Jakarta pada 30 April-2 Mei 1926, Mohammad Yamin berpartisipasi sebagai wakil dari Jong Sumatranen Bond. Tujuan Kongres Pemuda I adalah untuk membangun semangat kerja sama di antara organisasi pemuda di Indonesia demi memajukan persatuan dan kebangsaan, serta menguatkan hubungan. 

Kongres Pemuda I dihadiri perwakilan dari beberapa perkumpulan atau organisasi kepemudaan seperti Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerenden Minahasaers, Jong Bataks Bond, Pemuda Kaum Theosofi, dan lainnya. 

Dalam Sumpah Pemuda: Latar Belakang dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional (2008) yang disusun Momon Abdul Rahman dan kawan-kawan disebutkan Mohammad Yamin menyampaikan pidato berjudul "Kemungkinan Perkembangan Bahasa-bahasa dan Kesusasteraan Indonesia di Masa Mendatang". 

Tanpa rnengurangi penghargaan terhadap bahasa-bahasa daerah lain seperti Sunda, Aceh, Bugis, Minangkabau, Madura, dan lain-lain, Mohammad Yamin berpendapat bahwa hanya ada dua bahasa yang rnempunyai peluang untuk dijadikan bahasa persatuan Indonesia, yaitu bahasa Jawa dan bahasa Melayu. Bahasa Jawa, papar Yamin di forum Kongres Pemuda I, berpeluang menjadi bahasa persatuan karena memiliki jumlah penutur terbanyak di Indonesia. Sementara itu, bahasa Melayu mempunyai peluang menjadi bahasa persatuan karena sudah menjadi bahasa pergaulan (lingua franca). 

Namun, ide Yamin yang menyarankan agar bahasa Jawa atau bahasa Melayu dijadikan sebagai bahasa persatuan tidak sepenuhnya diterima oleh peserta kongres. Mohammad Tabrani dari Jong Java berpendapat, apabila bangsa bernama Indonesia, maka bahasa juga harus bernama bahasa Indonesia, bukan bahasa Jawa atau bahasa Melayu. Ketidaksepahaman antara dua pendapat ini membuat Kongres Pemuda I belum menghasilkan keputusan mutlak. 

Peran Mohammad Yamin di Kongres Pemuda II yang Menghasilkan Sumpah Pemuda Kongres Pemuda II merupakan kelanjutan dari Kongres Pemuda I. Kongres yang kedua ini juga diadakan di Batavia atau Jakarta. Ada 3 rapat atau sidang yang digelar selama dua hari pada 27 dan 28 Oktober 1928. 

Rapat pertama dilangsungkan di Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (KJB) pada 27 Oktober 1928. Rapat kedua digelar di Gedung Oost-Java Bioscoop pada 28 Oktober 1928. Rapat ketiga yang juga diadakan tanggal 28 Oktober 1928 dilaksanakan di Gedung Indonesische Clubgebouw. 

Ada 750 peserta dari beberapa organisasi atau perkumpulan yang mengirimkan wakilnya untuk mengikuti Kongres Pemuda II, termasuk dari Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI), Jong Java, Jong Sumatranen Bond, Jong Batak, Pemuda Indonesia, Jong Islamieten Bond (JIB), Jong Celebes, Sekar Rukun, Jong Ambon, Pemuda Kaum Betawi, dan lainnya.

Selanjutnya dibentuk kepanitiaan kongres yang terdiri dari perwakilan para peserta. Susunan panitia Kongres Pemuda II adalah sebagai berikut: 

Ketua: Sugondo Djojopuspito (PPPI) 

Wakil Ketua: RM Djoko Marsaid (Jong Java) 

Sekretaris: Muhammad Yamin (Jong Sumatranen Bond) 

Bendahara: Amir Syarifuddin (Jong Batak). 

Pembantu I: Johan Mohammad Cai (Jong Islamieten Bond) 

Pembantu II: R. Katjasoengkana (Pemuda Indonesia) 

Pembantu III: R.C.L Senduk (Jong Celebes) 

Pembantu IV: Johannes Leimena (Jong Ambon) 

Pembantu V: Rochjani Soe’oed (Pemuda Kaum Betawi) 

Di rapat pertama pada hari pertama tanggal 27 Oktober 1928, Mohammad Yamin menyampaikan gagasannya bertajuk "Dari Hal Persatuan dan Kebangsaan Indonesia". Dalam pidatonya, seperti dikutip dari Sumpah Pemuda: Latar Belakang dan Pengaruhnya bagi Pergerakan Nasional (2008) yang disusun Momon Abdul Rahman dan kawan-kawan, Mohammad Yamin mengulas tentang pentingnya persatuan untuk kebangsaan. "Persatuan di antara bangsa Indonesia dimungkinkan kekal karena mempunyai dasar yang kuat yaitu persamaan kultur, persamaan bahasa, persamaan hukum adat. Satu bangsa yang bersatu karena rohnya kuat," papar Mohammad Yamin.

Lebih lanjut, Mohammad Yamin menyatakan pula bahwa persatuan Indonesia dapat diperkuat melalui lima faktor, yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. Mohammad Yamin juga mengimbau kepada kaum ibu untuk menanamkan semangat kebangsaan kepada anak-anaknya. 

Sempat terjadi perdebatan yang cukup alot tentang sejumlah gagasan Yamin, namun pada akhirnya bisa diambil kata sepakat. Di rapat ketiga hari kedua tanggal 28 Oktober 1928, para pemuda menyepakati mengenai ikrar Sumpah Setia atau Sumpah Pemuda. Mohammad Yamin turut merumuskan teks naskah Sumpah Pemuda yang berbunyi sebagai berikut: 

Pertama Kami Putra-Putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, Tanah Indonesia

Kedua Kami Putra-Putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, Bangsa Indonesia. 

Ketiga Kami Putra-Putri Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia 

Kontributor: Ilham Choirul Anwar Penulis: Ilham Choirul Anwar Editor: Iswara N Raditya


https://tirto.id/peran-mohammad-yamin-dalam-sumpah-pemuda-ide-bahasa-persatuan-gxLW

Baca Selengkapnya →Moh Yamin dalam Sumpah Pemuda

14 Oktober 2022

Matahari

Pemikiran Shihabuddin Suhrawardi tentang Filsafat Isyraq (Falsafah Iluminasi, Falsafah Cahaya). Dengan menggunakan analisis historis filosofis dihasilkan kesimpulan bahwa filsafat isyraq Suhrawardi adalah bahwa Allah Yang Maha Esa hakekat-Nya adalah cahaya. Dia adalah Cahaya di atas cahaya, yang dengan pancaran cahaya-Nya terjadiIah wujud-wujud, baik materi maupun rohani. Alam semesta ini ada karena adanya pancaran cahaya-Nya yang tidak pernah berhenti, bagaikan matahari yang tidak pernah berhenti memancarkan cahayanya. Pancaran cahaya Tuhan (Nur al-Anwar) adalah tergantung kadar dan intensitas dari objek yang terkena cahaya. Objek yang paling dekat dengan Nur al-Anwar (Cahaya di atas cahaya) adalah objek yang paling banyak menerima cahaya atau penerangan, sedang objek paling jauh adalah yang paling sedikit menerima cahaya. Dan objek tidak memperoleh cahaya dari Nur al-Anwar dengan sendirinya akan sirna.

Paragraf di atas aku kutipkan dari https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/5080 tulisan Abdullah Mahmud (2014). Ada banyak reinterpretasi, salah satunya yag akan aku ulas 

Kuliah S1 dulu sempat menyinggung sedikit, dan bagi mahasiswa seperti aku, sudah lazim menelaah lebih jauh (jika mau) melalui buku-buku pendukung di perpustakaan fakultas filafat yang pasti sudah berganti "wajahnya" tahun ini. Suhrawardi dengan filsafat cahayanya akhir-akhir ini lumayan menarik perhatianku, lebih karena ilustrasinya yang seolah-olah memprovokasiku mengarungi samudera kemungkinan pemahaman. Tetapi karena sudah mulai menua bermalas-malasan, kali ini sudah tanpa menyandarkan diri pada buku-buku pendukung. Mungkin nanti mengambil dari artikel lepas dari internet jika diperlukan.

"Samudera kemungkinan pemahaman" yang saya maksud adalah:
  1. Tuhan tidak terkira, tidak ada yang serupa. Tetapi untuk kemudahan ilustrasi, Cahaya menjadi pilihan saya, dengan pancaran sinar sebagai makhluknya. Aku salah satunya. Secara spesifik, ilustrasi aku rupakan Cahaya matahari. Sinarnya tidak berhenti. 
  2. Cahaya itulah hakikat semuanya. 
  3. Sebagai sinar, saya dipancarkan dariNya, dan pasti akan kembali padaNya. Saat saya mengetik tulisan ini, usia saya 48 tahun. Sudah selama itu perjalanan si sinar hendak kembali ke Matahari. Entah semenit atau sekian hari, sekian tahun, bahkan sekian abad. Bukan tugas saya mengutak-atik ketentuan usia itu, melainkan hanya untuk bersujud kepadaNya.
  4. Ketidaktahuanku tentang segala sesuatu jauh lebih kaya daripada yang aku tahu. Ketidaktahuan pula yang menuntun si sinar merefleksi terus menerus menuju Cahaya. Tetapi tentu saja, diawali dengan pengetahuan yang amat sedikit yang harus sudah berguna minimal memotivasi ketidaktahuan untuk tahu. Ketidaktahuanku sedikit sudah menjadi tahu, bahwa ilustrasinya jelas bahwa aku sinar yang sedang mengembara kembali ke rengkuhan Cahaya.
  5.  Kedirianku memang membawaku ke pencarian tiada henti terhadap "Sang Benar" di "situ". Sebagaimana filsafat yang aku geluti, kebenaran yang dicari, tidak pernah aku genggam, tetapi selalu didepanku. Unfinished. 
  6. Saat aku berusaha semakin mendekat ke nur al-anwar, masih saja kesombongan keakuan mengganggu. Istighfar riada akhir.
  7. Sesungguhnya semua milik Nya, dan akan kembali pada Nya. 
Baca Selengkapnya →Matahari