14 Oktober 2022

Matahari

Pemikiran Shihabuddin Suhrawardi tentang Filsafat Isyraq (Falsafah Iluminasi, Falsafah Cahaya). Dengan menggunakan analisis historis filosofis dihasilkan kesimpulan bahwa filsafat isyraq Suhrawardi adalah bahwa Allah Yang Maha Esa hakekat-Nya adalah cahaya. Dia adalah Cahaya di atas cahaya, yang dengan pancaran cahaya-Nya terjadiIah wujud-wujud, baik materi maupun rohani. Alam semesta ini ada karena adanya pancaran cahaya-Nya yang tidak pernah berhenti, bagaikan matahari yang tidak pernah berhenti memancarkan cahayanya. Pancaran cahaya Tuhan (Nur al-Anwar) adalah tergantung kadar dan intensitas dari objek yang terkena cahaya. Objek yang paling dekat dengan Nur al-Anwar (Cahaya di atas cahaya) adalah objek yang paling banyak menerima cahaya atau penerangan, sedang objek paling jauh adalah yang paling sedikit menerima cahaya. Dan objek tidak memperoleh cahaya dari Nur al-Anwar dengan sendirinya akan sirna.

Paragraf di atas aku kutipkan dari https://publikasiilmiah.ums.ac.id/handle/11617/5080 tulisan Abdullah Mahmud (2014). Ada banyak reinterpretasi, salah satunya yag akan aku ulas 

Kuliah S1 dulu sempat menyinggung sedikit, dan bagi mahasiswa seperti aku, sudah lazim menelaah lebih jauh (jika mau) melalui buku-buku pendukung di perpustakaan fakultas filafat yang pasti sudah berganti "wajahnya" tahun ini. Suhrawardi dengan filsafat cahayanya akhir-akhir ini lumayan menarik perhatianku, lebih karena ilustrasinya yang seolah-olah memprovokasiku mengarungi samudera kemungkinan pemahaman. Tetapi karena sudah mulai menua bermalas-malasan, kali ini sudah tanpa menyandarkan diri pada buku-buku pendukung. Mungkin nanti mengambil dari artikel lepas dari internet jika diperlukan.

"Samudera kemungkinan pemahaman" yang saya maksud adalah:
  1. Tuhan tidak terkira, tidak ada yang serupa. Tetapi untuk kemudahan ilustrasi, Cahaya menjadi pilihan saya, dengan pancaran sinar sebagai makhluknya. Aku salah satunya. Secara spesifik, ilustrasi aku rupakan Cahaya matahari. Sinarnya tidak berhenti. 
  2. Cahaya itulah hakikat semuanya. 
  3. Sebagai sinar, saya dipancarkan dariNya, dan pasti akan kembali padaNya. Saat saya mengetik tulisan ini, usia saya 48 tahun. Sudah selama itu perjalanan si sinar hendak kembali ke Matahari. Entah semenit atau sekian hari, sekian tahun, bahkan sekian abad. Bukan tugas saya mengutak-atik ketentuan usia itu, melainkan hanya untuk bersujud kepadaNya.
  4. Ketidaktahuanku tentang segala sesuatu jauh lebih kaya daripada yang aku tahu. Ketidaktahuan pula yang menuntun si sinar merefleksi terus menerus menuju Cahaya. Tetapi tentu saja, diawali dengan pengetahuan yang amat sedikit yang harus sudah berguna minimal memotivasi ketidaktahuan untuk tahu. Ketidaktahuanku sedikit sudah menjadi tahu, bahwa ilustrasinya jelas bahwa aku sinar yang sedang mengembara kembali ke rengkuhan Cahaya.
  5.  Kedirianku memang membawaku ke pencarian tiada henti terhadap "Sang Benar" di "situ". Sebagaimana filsafat yang aku geluti, kebenaran yang dicari, tidak pernah aku genggam, tetapi selalu didepanku. Unfinished. 
  6. Saat aku berusaha semakin mendekat ke nur al-anwar, masih saja kesombongan keakuan mengganggu. Istighfar riada akhir.
  7. Sesungguhnya semua milik Nya, dan akan kembali pada Nya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar