MENGENAL CARA MULAI MENULIS DENGAN 5 W 1 H
A. Mengatasi Kesulitan untuk Mulai Menulis
Mengapa
orang selalu mengeluh susah untuk mulai menulis? Ada beberapa sebab mengapa
seseorang susah untuk mulai menulis. Pertama, mungkin kondisi fisiknya sedang
kurang baik. Bisa karena capek, bisa sakit, lapar, mengantuk dll. Kedua,
kondisi psikisnya yang sedang kurang baik. Misalnya sedang frustrasi, malas,
jengkel, marah dll. Ketiga, sebenarnya kondisi fisik maupun psikisnya sangat
baik, namun dia tidak siap untuk menulis.
Mengapa
seseorang bisa tidak siap untuk menulis? Pertama, dia tidak tahu, materi atau
tema apa sebenarnya yang akan ditulisnya. Kedua, dia tahu apa yang paling tepat
untuk ditulisnya, namun bahan-bahannya tidak lengkap. Ketiga, dia tahu apa yang
akan ditulisnya, bahan-bahannya lengkap, namun “dorongan” untuk mulai menulis
yang justru tidak ada.
Bagaimanakah
cara mengatasi permasalahan “tidak tahu apa yang paling tepat untuk ditulis”? Cara
paling tepat untuk mengatasi permasalahan “sulit memulai menulis karena tidak
tahu apa yang harus ditulisnya” ada dua. Pertama, kita harus secara teknis
sudah mengenal bentuk-bentuk tulisan secara standar. Misalnya
bisa membedakan tulisan ilmiah (makalah) dengan berita, artikel, feature, esai,
reportase dll. Kalau pengetahuan dasar ini sudah dikuasai, kita harus banyak
membaca, mendengarkan radio, menonton televisi serta membuka internet. Yang
paling penting adalah membaca koran dan majalah berita. Baik membaca beritanya
maupun artikel serta featurenya. Dengan banyak membaca, mendengarkan berita
radio serta mentonton warta berita televisi, maka kita akan dengan mudah
menemukan tema dan materi sebagai bahan tulisan. Baik sebagai artikel maupun
feature.
Bagaimanakah cara mengatasi permasalahan
tidak bisa segera mulai menulis karena bahan yang kurang lengkap? Caranya cukup
dengan melengkapi bahan-bahan tersebut.. Tanpa bahan-bahan yang lengkap dan
akurat, kita akan sulit untuk mulai menulis.
Bagaimanakah
cara mengatasi permasalahan tidak bisa segera mulai menulis karena tidak adanya
“dorongan” untuk menulis? Kalau kondisi fisik dan psikis kita sedang fit, kita
sudah tahu apa yang menarik dan penting serta mendesak (urgent) untuk ditulis,
bahan-bahan untuk itu juga sudah lengkap, namun dorongan untuk menulis justru
tidak kunjung datang, maka lakukanlah diskusi dengan siapa saja agar “dorongan”
untuk menulis itu muncul. Baik diskusi secara langsung dengan tatap muka,
melalui telepon maupun internet. Biasanya, setelah melakukan diskusi dengan
agak intens, terutama dengan pihak-pihak yang selalu bersilang pendapat dengan
kita, maka dorongan untuk menulis itu akan segera datang dengan sangat kuat.
B.
Tentang 5 W 1 H
Apakah yang dimaksud dengan 5 W 1 H? Di
depan sudah disebutkan bahwa 5 W 1 H terdiri dari What = apa, Who = siapa, When
= kapan, Where = di mana, Why = mengapa dan How = bagaimana.
Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan perangkat pembantu untuk mencari jawaban
yang akan menjadi bahan tulisan.
Apakah 5 W 1 H merupakan sesuatu yang mutlak
dalam dunia jurnalistik? Benar, 5 W 1 H merupakan sesuatu yang mutlak dalam
dunia jurnalistik. Sebab kalau kita lupa whonya, maka pembaca akan
bertanya-tanya tentang who tersebut. Atau kalau kita lupa wherenya, maka
pembaca akan bertanya-tanya di mana gerangan lokasi kejadian ini dst. Bahkan
kadang-kadang rumus 5 W 1 H masih harus ditambah dengan 1 S = Security =
keamanan. Baik keamanan bagi narasumber, penulis maupun medianya.
Dalam menulis artikel, feature dan esai,
bagian 5 W 1 H yang manakah yang harus diprioritaskan? Dalam menulis artikel,
feature dan esai, why dan how lebih penting dari what, who, when, dan where.
Sebab dalam artikel, feature dan esai, pembaca menginginkan jawaban atas berita
yang sudah menulis what, who, when dan wherenya secara panjang lebar. Yang
masih diperlukan oleh pembaca adalah jawaban lebih detil dan mendalam dari why
dan how.
Apakah berarti pertanyaan di luar why dan dan how tabu untuk diangkat sebagai artikel, feature dan esai? Tidak
juga. Sebab kadang-kadang koran, tabloid atau majalah juga suka menulis feature
dengan fokus pertanyaan pada what dan
who (apa dan siapa). Namun materi
demikian umumnya ditulis dalam bentuk tulisan pendek disertai dengan fotonya.
Sebenarnya semua unsur pertanyaan bisa diangkat sebagai artikel dan feature.
Dengan syarat, yang paling diperlukan oleh pembaca memang pertanyaan tersebut.
Adakah contoh artikel, feature dan esai yang
diangkat dari what, who, when dan where? Kalau ada kejadian yang oleh
pihak pemerintah atau militer atau polisi dirahasiakan, misalnya sakitnya
seorang menteri atau presiden, maka masyarakat akan bertanya: Apa (what) sebenarnya yang terjadi? Pertanyaan
demikian muncul karena masyarakat tidak percaya kepada pernyataan yang
dikeluarkan oleh lembaga resmi. Kalau ada seseorang yang tidak terkenal
tiba-tiba diangkat menjadi menteri atau pejabat tinggi lainnya (atau tiba-tiba
dia memenangkan kontes menyanyi dll), maka masyarakat akan bertanya: Siapa (who) dia? Kalau ada keinginan
(kerinduan) masyarakat terhadap sesuatu, misalnya pembarantasan KKN, maka
pertanyaan yang paling layak diajukan adalah: Kapan (when) KKN bisa diatasi di negeri ini? Atau: kapan ada pemimpin
yang berani dan jujur untuk membasmi KKN? Kalau ada kejadian penting, misalnya
pesawat terbang jatuh di pulau terpencil, maka pertanyaan publik adalah: Dimana
persisnya letak pulau tersebut? Hingga sebenarnya hampir semua pertanyaan bisa
diangkat menjadi artikel, feature dan esai.
C.
Dimulai dengan Membuat Sebuah Pernyataan
Pernyataan apakah yang harus dibuat paling
awal sebelum mulai dengan pertanyaan? Hampir tiap hari ada berita menarik di
media massa.
Mulai dari soal perkosaan, pembunuhan, perampokan (kriminalitas); banjir, tanah
longsor; kekeringan, gunung meletus, gempa bumi (bencana alam); politik,
ekonomi, lingkungan hidup, budaya dll. Setelah kita menentukan materi yang akan
kita tulis, maka harus dibuat sebuah kalimat pernyataan. Misalnya hari ini ada
berita di koran tentang banjir besar yang menewaskan ribuan orang. Kalimat
pernyataan tersebut bisa berbunyi: “Banjir besar yang terjadi di …..(where); hari/tanggal……..(when); telah menewaskan ……..ratus
orang.”
Harus diapakankah kalimat pernyataan
tersebut? Berdasarkan kalimat berisi pernyataan tersebut, sudah bisa diajukan
pertanyaan-pertanyaan lengkap menyangkut 5 W 1 H. Misalnya, pertanyaan pertama
menyangkut what: apa saja yang hanyut
dan terendam? Rumah? Desa? Ladang/sawah? Apa saja yang menjadi korban? Manusia?
Hewan? Tanaman? Dan lain-lain pertanyaan what.
Dari sana kita bisa mengajukan pertanyaan menyangkut who. Siapa (bisa orang atau lembaga) yang paling bertanggungjawab
terhadap banjir besar tersebut? Siapa yang sudah turun tangan membantu korban?
Dan lain-lain pertanyaan who. Disusul
dengan pertanyaan menyangkut when dan
where. Dua pertanyaan ini harus
diajukan bukan hanya menyangkut peristiwa yang sudah nyata-nyata disebut dalam
berita, melainkan (terutama) untuk mendeteksi kapan dan di mana banjir serupa
pernah terjadi dalam kurun waktu 5 atau 10 tahun belakangan ini. Baru kemudian
diajukan pertanyaan menyangkut why:
Mengapa bisa terjadi banjir yang memakan demikian banyak korban?; serta how: Bagaimana caranya agar peristiwa
semacam ini tidak terulang lagi.
Darimanakah kita memperoleh jawaban dari
pertanyaan-pertanyaan tersebut? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut
bisa kita peroleh dari bahan bacaan, data statistik, kamus, ensiklopedi, data
pemerintah daerah dll. Semua
itu bisa diperoleh secara langsung (dari tangan pertama) sebagai data primer,
bisa pula dari tangan kedua atau ketiga sebagai data secunder atau tertier.
Tepatnya, bagaimanakah mengumpulkan jawaban
dari sekian banyak pertanyaan tersebut? Pertama tentu dari dokumentasi kita sendiri.
Kedua dari perpustakaan umum maupun khusus. Dari instansi pemerintah
(departemen maupun daerah), dari Badan Pusat Statistik, dari Badan Meteorologi
dan Geofisika (curah hujan, cuaca), dari fakultas atau Direktorat Jenderal
Geologi dll. Selain dengan mendatangi langsung, data
tersebut bisa kita peroleh melalui telepon atau internet (membuka web yang
tersedia).
Bagaimanakah kalau data (jawaban) yang sudah
diperoleh ternyata justru menghasilkan pertanyaan baru? Memang akan selalu demikian.
Hingga seorang penulis harus membatasi diri untuk hanya sampai ke satu
permasalahan tertentu saja. Hal-hal yang di luar permasalahan tersebut hanya
disinggung sedikit atau sama sekali tidak usah disebutkan. Namun apabila masih
ada jawaban yang justru menghasilkan pertanyaan yang sangat esensial, maka
harus tetap dicari jawabannya. Apabila jawaban dari pertanyaan esensial itu
tidak mungkin diperoleh dalam jangka waktu singkat, maka berarti tulisan
tersebut juga tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu singkat pula.
D.
Menyusun Kerangka Tulisan
Apakah setiapkali menulis seseorang harus
selalu menyusun kerangka tulisan? Benar. Sebab dengan memiliki kerangka
tulisan, kita akan lebih mudah melihat, apakah data-data yang tersedia sudah
lengkap, atau masih harus dilengkapi dengan data-data lain.
Dari manakah
kerangka tulisan harus dimulai? Kerangka tulisan dimulai dari pernyataan yang
pertama-tama kita buat. Misalnya, “Banjir besar yang terjadi di DKI minggu yang
lalu telah menewaskan 100 orang.” Judul artikel yang bisa kita usulkan antara
lain: Siapa yang paling bertanggungjawab terhadap penanggulangan banjir di DKI?
Atau: Kemana aparat Dinas PU DKI ketika banjir terjadi? Dan masih banyak lagi
usulan judul artikel yang bisa kita ajukan. Untuk
featurenya kita bisa mengajukan alternatif: Perjuangan rutin melawan genangan
Ciliwung. Atau: Si Atun
yang harus libur sekolah karena banjir. dll. Dari
rencana judul ini kita bisa merancang lead,
body dan ending.
Bagaimanakah konkritnya menyusun kerangka
sebuah artikel? Kalau judulnya sudah ditentukan, dan sejumlah pertanyaan
menyangkut 5 W 1 H sudah diajukan dan tersedia bahan-bahan jawabannya, kerangka
artikel bisa disusun dengan model induktif, yakni diambil contoh kasus khusus.
Semua pertanyaan menyangkut 5 W 1 H dalam kasus khusus ini kita tampilkan
berikut data-datanya, baru kemudian diangkat ke gejala umum sebagai
kesimpulannya. Misalnya judul “Siapa yang paling bertanggungjawab terhadap
penanggulangan banjir di DKI?” Data (5 W 1 H) dalam kasus khusus adalah:
Banjir besar
(setinggi…..m. di …….); yang terjadi dari (hari……. tanggal …….) ke
(hari……….tanggal………); telah menenggelamkan sekitar (……….rumah) di
(……….kampung/kelurahan/kecamatan) di DKI. Banjir ini juga telah menewaskan
(……….jiwa) serta mengakibatkan (………..KK) mengungsi di sekolah-sekolah, mesjid
serta sejumlah posko yang disediakan oleh berbagai kalangan. Sebenarnya banjir
besar ini sudah merupakan peristiwa rutin yang terjadi hampir setiap tahun. Namum banjir kali ini tercatat
paling luas dan paling lama terjadi. Diperkirakan hujan yang terjadi sejak
(hari ……tanggal……) dan banyaknya kompleks perumahan yang tidak memperhatikan
Perda (nomor……..tahun ……..) tentang sumur resapan dan saluran air; telah
memperparah keadaan. Ditambah lagi dengan kebiasaan masyarakat membuang sampah
sembarangan dan seterusnya (...satu alinea).
Alinea
berikutnya adalah sebuah gugatan atau pertanyaan tentang siapa sebenarnya yang
paling bertanggungjawab terhadap kasus bencana rutin ini? Apakah Dinas Tata
Kota? Dinas Pekerjaan Umum? Dinas Kebersihan? Atau para developer yang
membangun perumahan dengan mengabaikan pelaksanaan tata air sesuai dengan
perda? Semua pertanyaan ini didukung oleh data jumlah perumahan, pelanggaran
terhadap Perda yang ada, berapa persen yang tergenang banjir, dst.
Alinea
pertama, kedua dan ketiga merupakan lead.
Satu alinea terdiri dari sekitar 6 sd. 8 baris ketikan. Terdiri dari 8 sd. 10
kalimat pendek (jangan terlalu banyak kalimat majemuk). Satu alinea harus
terdiri dari satu pokok pikiran yang dituangkan dalam satu kepala kalimat
(kalimat pokok). Kepala kalimat tidak harus berada pada awal alinea. Kalimat
berikutnya dalam satu alinea ini, harus mendukung, memperjelas, memperkuat
pengertian kepala kalimat.
Setelah lead, artikel ini akan disusul oleh
tiga sub judul. Masing-masing sub judul terdiri dari 4 alinea. Kecuali sub
judul terakhir terdiri dari enam alinea, termasuk dua alinea terakhir yang
merupakan ending. Tiap sub judul ada alinea utama yang memuat satu pokok
pengertian, yang akan didukung oleh alinea berikutnya yang
menjelaskan/memperkuat alinea utama. Sub judul pertama (4 alinea), menunjukkan
hak masyarakat yang dikorbankan berikut data kerugian yang ada.
Sub judul kedua menunjukkan kelemahan dinas-dinas DKI dalam melaksanakan tugas pokoknya. Sub judul terakhir menunjukkan bahan banding kota di Indonesia (atau di negara tetangga) yang mampu menanggulangi masalah banjir dengan cukup baik. Disinggung pula pengaruh cuaca global yang cenderung kacau (El Nino, La Nina dll). Dua alinea terakhir yang merupakan ending bisa menggugat kelemahan gubernur DKI, DPRD dan lembaga kontrol lainnya termasuk Pers dan LSM.
Sub judul kedua menunjukkan kelemahan dinas-dinas DKI dalam melaksanakan tugas pokoknya. Sub judul terakhir menunjukkan bahan banding kota di Indonesia (atau di negara tetangga) yang mampu menanggulangi masalah banjir dengan cukup baik. Disinggung pula pengaruh cuaca global yang cenderung kacau (El Nino, La Nina dll). Dua alinea terakhir yang merupakan ending bisa menggugat kelemahan gubernur DKI, DPRD dan lembaga kontrol lainnya termasuk Pers dan LSM.
Apakah kerangka artikel beda dengan kerangka
feature? Jelas beda sebab struktur, bahan baku dan tujuan penulisannya memang
berbeda. Dalam menyusun feature dengan judul: “Perjuangan rutin melawan
genangan Ciliwung”, lead cukup dua
alinea dan kita tunjukkan secara deskriptif bagaimana sebuah keluarga yang
tinggal di bantaran kali Ciliwung ketika terjadi banjir besar bertahan hidup di
tengah genangan. Padahal banjir demikian bukan hanya terjadi tahun ini,
melainkan secara rutin setiap tahun. Dalam dua alinea lead ini digambarkan
secara deskriptif lokasi rumah tersebut, bangunan fisiknya (bahan, ukuran,
konstruksi), jumlah dan profil anggota keluarga, dan detil kondisi mereka
selama banjir terjadi.
Untuk bisa menceritakan detil gambaran
kondisi rumah serta profil anggota keluarganya, tetap dimulai dengan
serangkaian pertanyaan 5 W 1 H. Jawaban dari pertanyaan ini harus diperoleh
dari pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan sumber langsung (data
primer). Karenanya, penulis feature harus datang ke lokasi bencana pada saat
bencana sedang terjadi. Beda dengan penulis artikel yang cukup mengambil data
sekunder dari koran, majalah, berita televisi dll. untuk dilengkapi dengan data
pustaka, analisis dan opini pribadi. Bahan utama, kerangka dan struktur inilah
yang akan membedakan karakter sebuah artikel dengan feature.
Berikutnya
ada dua sub judul terdiri dari tiga dan empat alinea. Sub judul pertama menceritakan
kondisi kampung/tetangga sang tokoh yang juga mengalami nasib sama. Sub judul
kedua menceritakan nasib mereka yang berada di pengungsian. Alinea terakhir sub
judul kedua merupakan ending yang menunjukkan bahwa keluarga yang selama
seminggu lebih terkurung air ini tetap tegar dalam menghadapi keadaan. Meskipun
bahaya hanyut, tenggelam dan kesehatan akibat selalu menghirup udara lembab
tetap mengancam. Kerangka tulisan dalam feature lebih
longgar dan sederhana dibanding dalam artikel.
Bagaimanakah dengan kerangka sebuah esai? Selain ada berita tentang banjir di
DKI, ada artikel dan feature, seorang penulis esai bisa mengulas tentang
kesemerawutan tata kota di Jakarta. Karena sifat esai yang non teknik dan non
sistematik, maka kerangka dasarnya bisa mengikuti kerangka dasar artikel atau
feature, namun konten dan tujuan penulisannya yang berbeda.
Apakah
penulis harus patuh 100% pada kerangka tulisan?
Meskipun kerangka tulisan sudah dibuat, seorang penulis tetap boleh berimprovisasi dalam pelaksanaan penulisan. Asalkan improvisasi tersebut justru memperkuat karakter tulisan. Bukan malahan memperlemahnya karena menyimpang jauh dari kerangka tulisan.
Meskipun kerangka tulisan sudah dibuat, seorang penulis tetap boleh berimprovisasi dalam pelaksanaan penulisan. Asalkan improvisasi tersebut justru memperkuat karakter tulisan. Bukan malahan memperlemahnya karena menyimpang jauh dari kerangka tulisan.
E. Mencari “Spirit” untuk Mulai Menulis
Apakah benar
bahwa untuk bisa segera mulai menulis diperlukan sebuah “spirit” atau adanya
dorongan gaib (spirit = roh)? Benar. Namun yang dimaksud sebagai dorongan gaib
di sini bukan semacam ilham atau inspirasi berupa kekuatan supranatural yang
tiba-tiba saja datang setelah seorang penulis merenung, menyepi atau melakukan
meditasi.
Bisakah spirit diperoleh melalui minuman
keras, rokok, obat-obatan bahkan narkotik? Tidak bisa. Sebab minuman keras dll.
itu justru akan merusak fisik seseorang. Penulis yang mengatakan bahwa,
pikirannya baru akan terbuka setelah minum berbotol-botol bir atau mengisap
berbatang-batang rokok, sebenarnya sedang menipu diri sendiri.
Dari manakah spirit untuk mulai menulis bisa
diperoleh? Spirit untuk mulai menulis, paling besar diperoleh kalau kita
melakukan diskusi, dialog atau monolog. Diskusi dilakukan antara penulis dengan
banyak pihak, dialog antara penulis dengan satu pihak dan monolog dilakukan
sendiri oleh penulis tersebut. Yang disebut diskusi atau dialog, dalam hal ini
tidak harus dalam arti harafiah, melainkan bisa dengan membaca buku, artikel
atau bahan rujukan lainnya. Namun paling kuat spirit untuk mulai menulis akan
diperoleh kalau kita melakukan diskusi atau dialog dengan sesama manusia secara
langsung.
Apakah
spirit untuk mulai menulis bisa diperoleh melalui doa, berpuasa, bermeditasi,
bertapa dll? Bisa, tetapi itu semua hanyalah perangkat pembantu. Sebab yang
utama tetap mengumpulkan bahan dan diskusi/dialog dengan banyak pihak. Itu pun
baru akan sepadan apabila yang akan ditulis sebuah buku dengan tema yang berat.
Bukan untuk menulis artikel atau feature.
Apakah gunanya spirit dalam dunia tulis
menulis? Spirit bermanfaat dalam menulis artikel dan feature, agar tulisan kita
juga memiliki spirit (roh). Bukan kering kerontang tidak berjiwa. Itulah
sebabnya persiapan teknis berupa bahan, pengetahuan tentang bentuk
artikel/feature, 5 W 1 H dll. harus tetap dilengkapi dengan “menangkap spirit”
dari masyarakat pembaca.
]
]
Referensi
Ermanto, 2005, Wawasan
Jurnalistik Praktis, Yogyakarta: Cinta Pena.
F. Rahardi, 2005, Panduan
Lengkap Menulis Artikel, Feature, dan Esai untuk Pemula, Handout tidak diterbitkan.
Made Pramono, 2011, E-learning jurnalistik olahraga: http://ilmu.unesa.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar