09 Maret 2014

Seri Jurnalistik 8: 5 W 1 H

MENGENAL CARA MULAI MENULIS DENGAN 5 W 1 H

A. Mengatasi Kesulitan untuk Mulai Menulis
Mengapa orang selalu mengeluh susah untuk mulai menulis? Ada beberapa sebab mengapa seseorang susah untuk mulai menulis. Pertama, mungkin kondisi fisiknya sedang kurang baik. Bisa karena capek, bisa sakit, lapar, mengantuk dll. Kedua, kondisi psikisnya yang sedang kurang baik. Misalnya sedang frustrasi, malas, jengkel, marah dll. Ketiga, sebenarnya kondisi fisik maupun psikisnya sangat baik, namun dia tidak siap untuk menulis.
Mengapa seseorang bisa tidak siap untuk menulis? Pertama, dia tidak tahu, materi atau tema apa sebenarnya yang akan ditulisnya. Kedua, dia tahu apa yang paling tepat untuk ditulisnya, namun bahan-bahannya tidak lengkap. Ketiga, dia tahu apa yang akan ditulisnya, bahan-bahannya lengkap, namun “dorongan” untuk mulai menulis yang justru tidak ada.
Bagaimanakah cara mengatasi permasalahan “tidak tahu apa yang paling tepat untuk ditulis”? Cara paling tepat untuk mengatasi permasalahan “sulit memulai menulis karena tidak tahu apa yang harus ditulisnya” ada dua. Pertama, kita harus secara teknis sudah mengenal bentuk-bentuk tulisan secara standar. Misalnya bisa membedakan tulisan ilmiah (makalah) dengan berita, artikel, feature, esai, reportase dll. Kalau pengetahuan dasar ini sudah dikuasai, kita harus banyak membaca, mendengarkan radio, menonton televisi serta membuka internet. Yang paling penting adalah membaca koran dan majalah berita. Baik membaca beritanya maupun artikel serta featurenya. Dengan banyak membaca, mendengarkan berita radio serta mentonton warta berita televisi, maka kita akan dengan mudah menemukan tema dan materi sebagai bahan tulisan. Baik sebagai artikel maupun feature.
Bagaimanakah cara mengatasi permasalahan tidak bisa segera mulai menulis karena bahan yang kurang lengkap? Caranya cukup dengan melengkapi bahan-bahan tersebut.. Tanpa bahan-bahan yang lengkap dan akurat, kita akan sulit untuk mulai menulis.
Bagaimanakah cara mengatasi permasalahan tidak bisa segera mulai menulis karena tidak adanya “dorongan” untuk menulis? Kalau kondisi fisik dan psikis kita sedang fit, kita sudah tahu apa yang menarik dan penting serta mendesak (urgent) untuk ditulis, bahan-bahan untuk itu juga sudah lengkap, namun dorongan untuk menulis justru tidak kunjung datang, maka lakukanlah diskusi dengan siapa saja agar “dorongan” untuk menulis itu muncul. Baik diskusi secara langsung dengan tatap muka, melalui telepon maupun internet. Biasanya, setelah melakukan diskusi dengan agak intens, terutama dengan pihak-pihak yang selalu bersilang pendapat dengan kita, maka dorongan untuk menulis itu akan segera datang dengan sangat kuat.

B. Tentang 5 W 1 H
Apakah yang dimaksud dengan 5 W 1 H? Di depan sudah disebutkan bahwa 5 W 1 H terdiri dari What = apa, Who = siapa, When = kapan, Where = di mana, Why = mengapa dan How = bagaimana. Pertanyaan-pertanyaan ini merupakan perangkat pembantu untuk mencari jawaban yang akan menjadi bahan tulisan.
Apakah 5 W 1 H merupakan sesuatu yang mutlak dalam dunia jurnalistik? Benar, 5 W 1 H merupakan sesuatu yang mutlak dalam dunia jurnalistik. Sebab kalau kita lupa whonya, maka pembaca akan bertanya-tanya tentang who tersebut. Atau kalau kita lupa wherenya, maka pembaca akan bertanya-tanya di mana gerangan lokasi kejadian ini dst. Bahkan kadang-kadang rumus 5 W 1 H masih harus ditambah dengan 1 S = Security = keamanan. Baik keamanan bagi narasumber, penulis maupun medianya.
Dalam menulis artikel, feature dan esai, bagian 5 W 1 H yang manakah yang harus diprioritaskan? Dalam menulis artikel, feature dan esai, why dan how lebih penting dari what, who, when, dan where. Sebab dalam artikel, feature dan esai, pembaca menginginkan jawaban atas berita yang sudah menulis what, who, when dan wherenya secara panjang lebar. Yang masih diperlukan oleh pembaca adalah jawaban lebih detil dan mendalam dari why dan how.
Apakah berarti pertanyaan di luar why dan dan how tabu untuk diangkat sebagai artikel, feature dan esai? Tidak juga. Sebab kadang-kadang koran, tabloid atau majalah juga suka menulis feature dengan fokus pertanyaan pada what dan who (apa dan siapa). Namun materi demikian umumnya ditulis dalam bentuk tulisan pendek disertai dengan fotonya. Sebenarnya semua unsur pertanyaan bisa diangkat sebagai artikel dan feature. Dengan syarat, yang paling diperlukan oleh pembaca memang pertanyaan tersebut.
Adakah contoh artikel, feature dan esai yang diangkat dari what, who, when dan where? Kalau ada kejadian yang oleh pihak pemerintah atau militer atau polisi dirahasiakan, misalnya sakitnya seorang menteri atau presiden, maka masyarakat akan bertanya: Apa (what) sebenarnya yang terjadi? Pertanyaan demikian muncul karena masyarakat tidak percaya kepada pernyataan yang dikeluarkan oleh lembaga resmi. Kalau ada seseorang yang tidak terkenal tiba-tiba diangkat menjadi menteri atau pejabat tinggi lainnya (atau tiba-tiba dia memenangkan kontes menyanyi dll), maka masyarakat akan bertanya: Siapa (who) dia? Kalau ada keinginan (kerinduan) masyarakat terhadap sesuatu, misalnya pembarantasan KKN, maka pertanyaan yang paling layak diajukan adalah: Kapan (when) KKN bisa diatasi di negeri ini? Atau: kapan ada pemimpin yang berani dan jujur untuk membasmi KKN? Kalau ada kejadian penting, misalnya pesawat terbang jatuh di pulau terpencil, maka pertanyaan publik adalah: Dimana persisnya letak pulau tersebut? Hingga sebenarnya hampir semua pertanyaan bisa diangkat menjadi artikel, feature dan esai.

C. Dimulai dengan Membuat Sebuah Pernyataan
Pernyataan apakah yang harus dibuat paling awal sebelum mulai dengan pertanyaan? Hampir tiap hari ada berita menarik di media massa. Mulai dari soal perkosaan, pembunuhan, perampokan (kriminalitas); banjir, tanah longsor; kekeringan, gunung meletus, gempa bumi (bencana alam); politik, ekonomi, lingkungan hidup, budaya dll. Setelah kita menentukan materi yang akan kita tulis, maka harus dibuat sebuah kalimat pernyataan. Misalnya hari ini ada berita di koran tentang banjir besar yang menewaskan ribuan orang. Kalimat pernyataan tersebut bisa berbunyi: “Banjir besar yang terjadi di …..(where); hari/tanggal……..(when); telah menewaskan ……..ratus orang.”
Harus diapakankah kalimat pernyataan tersebut? Berdasarkan kalimat berisi pernyataan tersebut, sudah bisa diajukan pertanyaan-pertanyaan lengkap menyangkut 5 W 1 H. Misalnya, pertanyaan pertama menyangkut what: apa saja yang hanyut dan terendam? Rumah? Desa? Ladang/sawah? Apa saja yang menjadi korban? Manusia? Hewan? Tanaman? Dan lain-lain pertanyaan what. Dari sana kita bisa mengajukan pertanyaan menyangkut who. Siapa (bisa orang atau lembaga) yang paling bertanggungjawab terhadap banjir besar tersebut? Siapa yang sudah turun tangan membantu korban? Dan lain-lain pertanyaan who. Disusul dengan pertanyaan menyangkut when dan where. Dua pertanyaan ini harus diajukan bukan hanya menyangkut peristiwa yang sudah nyata-nyata disebut dalam berita, melainkan (terutama) untuk mendeteksi kapan dan di mana banjir serupa pernah terjadi dalam kurun waktu 5 atau 10 tahun belakangan ini. Baru kemudian diajukan pertanyaan menyangkut why: Mengapa bisa terjadi banjir yang memakan demikian banyak korban?; serta how: Bagaimana caranya agar peristiwa semacam ini tidak terulang lagi.
Darimanakah kita memperoleh jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut bisa kita peroleh dari bahan bacaan, data statistik, kamus, ensiklopedi, data pemerintah daerah dll. Semua itu bisa diperoleh secara langsung (dari tangan pertama) sebagai data primer, bisa pula dari tangan kedua atau ketiga sebagai data secunder atau tertier.
Tepatnya, bagaimanakah mengumpulkan jawaban dari sekian banyak pertanyaan tersebut? Pertama tentu dari dokumentasi kita sendiri. Kedua dari perpustakaan umum maupun khusus. Dari instansi pemerintah (departemen maupun daerah), dari Badan Pusat Statistik, dari Badan Meteorologi dan Geofisika (curah hujan, cuaca), dari fakultas atau Direktorat Jenderal Geologi dll. Selain dengan mendatangi langsung, data tersebut bisa kita peroleh melalui telepon atau internet (membuka web yang tersedia).
Bagaimanakah kalau data (jawaban) yang sudah diperoleh ternyata justru menghasilkan pertanyaan baru? Memang akan selalu demikian. Hingga seorang penulis harus membatasi diri untuk hanya sampai ke satu permasalahan tertentu saja. Hal-hal yang di luar permasalahan tersebut hanya disinggung sedikit atau sama sekali tidak usah disebutkan. Namun apabila masih ada jawaban yang justru menghasilkan pertanyaan yang sangat esensial, maka harus tetap dicari jawabannya. Apabila jawaban dari pertanyaan esensial itu tidak mungkin diperoleh dalam jangka waktu singkat, maka berarti tulisan tersebut juga tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu singkat pula.


D. Menyusun Kerangka Tulisan
Apakah setiapkali menulis seseorang harus selalu menyusun kerangka tulisan? Benar. Sebab dengan memiliki kerangka tulisan, kita akan lebih mudah melihat, apakah data-data yang tersedia sudah lengkap, atau masih harus dilengkapi dengan data-data lain.
Dari manakah kerangka tulisan harus dimulai? Kerangka tulisan dimulai dari pernyataan yang pertama-tama kita buat. Misalnya, “Banjir besar yang terjadi di DKI minggu yang lalu telah menewaskan 100 orang.” Judul artikel yang bisa kita usulkan antara lain: Siapa yang paling bertanggungjawab terhadap penanggulangan banjir di DKI? Atau: Kemana aparat Dinas PU DKI ketika banjir terjadi? Dan masih banyak lagi usulan judul artikel yang bisa kita ajukan. Untuk featurenya kita bisa mengajukan alternatif: Perjuangan rutin melawan genangan Ciliwung. Atau: Si Atun yang harus libur sekolah karena banjir. dll. Dari rencana judul ini kita bisa merancang lead, body dan ending.
Bagaimanakah konkritnya menyusun kerangka sebuah artikel? Kalau judulnya sudah ditentukan, dan sejumlah pertanyaan menyangkut 5 W 1 H sudah diajukan dan tersedia bahan-bahan jawabannya, kerangka artikel bisa disusun dengan model induktif, yakni diambil contoh kasus khusus. Semua pertanyaan menyangkut 5 W 1 H dalam kasus khusus ini kita tampilkan berikut data-datanya, baru kemudian diangkat ke gejala umum sebagai kesimpulannya. Misalnya judul “Siapa yang paling bertanggungjawab terhadap penanggulangan banjir di DKI?” Data (5 W 1 H) dalam kasus khusus adalah:
Banjir besar (setinggi…..m. di …….); yang terjadi dari (hari……. tanggal …….) ke (hari……….tanggal………); telah menenggelamkan sekitar (……….rumah) di (……….kampung/kelurahan/kecamatan) di DKI. Banjir ini juga telah menewaskan (……….jiwa) serta mengakibatkan (………..KK) mengungsi di sekolah-sekolah, mesjid serta sejumlah posko yang disediakan oleh berbagai kalangan. Sebenarnya banjir besar ini sudah merupakan peristiwa rutin yang terjadi hampir setiap tahun. Namum banjir kali ini tercatat paling luas dan paling lama terjadi. Diperkirakan hujan yang terjadi sejak (hari ……tanggal……) dan banyaknya kompleks perumahan yang tidak memperhatikan Perda (nomor……..tahun ……..) tentang sumur resapan dan saluran air; telah memperparah keadaan. Ditambah lagi dengan kebiasaan masyarakat membuang sampah sembarangan dan seterusnya (...satu alinea).

Alinea berikutnya adalah sebuah gugatan atau pertanyaan tentang siapa sebenarnya yang paling bertanggungjawab terhadap kasus bencana rutin ini? Apakah Dinas Tata Kota? Dinas Pekerjaan Umum? Dinas Kebersihan? Atau para developer yang membangun perumahan dengan mengabaikan pelaksanaan tata air sesuai dengan perda? Semua pertanyaan ini didukung oleh data jumlah perumahan, pelanggaran terhadap Perda yang ada, berapa persen yang tergenang banjir, dst.
Alinea pertama, kedua dan ketiga merupakan lead. Satu alinea terdiri dari sekitar 6 sd. 8 baris ketikan. Terdiri dari 8 sd. 10 kalimat pendek (jangan terlalu banyak kalimat majemuk). Satu alinea harus terdiri dari satu pokok pikiran yang dituangkan dalam satu kepala kalimat (kalimat pokok). Kepala kalimat tidak harus berada pada awal alinea. Kalimat berikutnya dalam satu alinea ini, harus mendukung, memperjelas, memperkuat pengertian kepala kalimat.
Setelah lead, artikel ini akan disusul oleh tiga sub judul. Masing-masing sub judul terdiri dari 4 alinea. Kecuali sub judul terakhir terdiri dari enam alinea, termasuk dua alinea terakhir yang merupakan ending. Tiap sub judul ada alinea utama yang memuat satu pokok pengertian, yang akan didukung oleh alinea berikutnya yang menjelaskan/memperkuat alinea utama. Sub judul pertama (4 alinea), menunjukkan hak masyarakat yang dikorbankan berikut data kerugian yang ada.
Sub judul kedua menunjukkan kelemahan dinas-dinas DKI dalam melaksanakan tugas pokoknya. Sub judul terakhir menunjukkan bahan banding kota di Indonesia (atau di negara tetangga) yang mampu menanggulangi masalah banjir dengan cukup baik.
Disinggung pula pengaruh cuaca global yang cenderung kacau (El Nino, La Nina dll). Dua alinea terakhir yang merupakan ending bisa menggugat kelemahan gubernur DKI, DPRD dan lembaga kontrol lainnya termasuk Pers dan LSM.
Apakah kerangka artikel beda dengan kerangka feature? Jelas beda sebab struktur, bahan baku dan tujuan penulisannya memang berbeda. Dalam menyusun feature dengan judul: “Perjuangan rutin melawan genangan Ciliwung”, lead cukup dua alinea dan kita tunjukkan secara deskriptif bagaimana sebuah keluarga yang tinggal di bantaran kali Ciliwung ketika terjadi banjir besar bertahan hidup di tengah genangan. Padahal banjir demikian bukan hanya terjadi tahun ini, melainkan secara rutin setiap tahun. Dalam dua alinea lead ini digambarkan secara deskriptif lokasi rumah tersebut, bangunan fisiknya (bahan, ukuran, konstruksi), jumlah dan profil anggota keluarga, dan detil kondisi mereka selama banjir terjadi.
Untuk bisa menceritakan detil gambaran kondisi rumah serta profil anggota keluarganya, tetap dimulai dengan serangkaian pertanyaan 5 W 1 H. Jawaban dari pertanyaan ini harus diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan wawancara dengan sumber langsung (data primer). Karenanya, penulis feature harus datang ke lokasi bencana pada saat bencana sedang terjadi. Beda dengan penulis artikel yang cukup mengambil data sekunder dari koran, majalah, berita televisi dll. untuk dilengkapi dengan data pustaka, analisis dan opini pribadi. Bahan utama, kerangka dan struktur inilah yang akan membedakan karakter sebuah artikel dengan feature.
Berikutnya ada dua sub judul terdiri dari tiga dan empat alinea. Sub judul pertama menceritakan kondisi kampung/tetangga sang tokoh yang juga mengalami nasib sama. Sub judul kedua menceritakan nasib mereka yang berada di pengungsian. Alinea terakhir sub judul kedua merupakan ending yang menunjukkan bahwa keluarga yang selama seminggu lebih terkurung air ini tetap tegar dalam menghadapi keadaan. Meskipun bahaya hanyut, tenggelam dan kesehatan akibat selalu menghirup udara lembab tetap mengancam. Kerangka tulisan dalam feature lebih longgar dan sederhana dibanding dalam artikel.
Bagaimanakah dengan kerangka sebuah esai? Selain ada berita tentang banjir di DKI, ada artikel dan feature, seorang penulis esai bisa mengulas tentang kesemerawutan tata kota di Jakarta. Karena sifat esai yang non teknik dan non sistematik, maka kerangka dasarnya bisa mengikuti kerangka dasar artikel atau feature, namun konten dan tujuan penulisannya yang berbeda.
Apakah penulis harus patuh 100% pada kerangka tulisan?
Meskipun kerangka tulisan sudah dibuat, seorang penulis tetap boleh berimprovisasi dalam pelaksanaan penulisan. Asalkan improvisasi tersebut justru memperkuat karakter tulisan. Bukan malahan memperlemahnya karena menyimpang jauh dari kerangka tulisan.
E. Mencari “Spirit” untuk Mulai Menulis
Apakah benar bahwa untuk bisa segera mulai menulis diperlukan sebuah “spirit” atau adanya dorongan gaib (spirit = roh)? Benar. Namun yang dimaksud sebagai dorongan gaib di sini bukan semacam ilham atau inspirasi berupa kekuatan supranatural yang tiba-tiba saja datang setelah seorang penulis merenung, menyepi atau melakukan meditasi.
Bisakah spirit diperoleh melalui minuman keras, rokok, obat-obatan bahkan narkotik? Tidak bisa. Sebab minuman keras dll. itu justru akan merusak fisik seseorang. Penulis yang mengatakan bahwa, pikirannya baru akan terbuka setelah minum berbotol-botol bir atau mengisap berbatang-batang rokok, sebenarnya sedang menipu diri sendiri.
Dari manakah spirit untuk mulai menulis bisa diperoleh? Spirit untuk mulai menulis, paling besar diperoleh kalau kita melakukan diskusi, dialog atau monolog. Diskusi dilakukan antara penulis dengan banyak pihak, dialog antara penulis dengan satu pihak dan monolog dilakukan sendiri oleh penulis tersebut. Yang disebut diskusi atau dialog, dalam hal ini tidak harus dalam arti harafiah, melainkan bisa dengan membaca buku, artikel atau bahan rujukan lainnya. Namun paling kuat spirit untuk mulai menulis akan diperoleh kalau kita melakukan diskusi atau dialog dengan sesama manusia secara langsung.
Apakah spirit untuk mulai menulis bisa diperoleh melalui doa, berpuasa, bermeditasi, bertapa dll? Bisa, tetapi itu semua hanyalah perangkat pembantu. Sebab yang utama tetap mengumpulkan bahan dan diskusi/dialog dengan banyak pihak. Itu pun baru akan sepadan apabila yang akan ditulis sebuah buku dengan tema yang berat. Bukan untuk menulis artikel atau feature.
Apakah gunanya spirit dalam dunia tulis menulis? Spirit bermanfaat dalam menulis artikel dan feature, agar tulisan kita juga memiliki spirit (roh). Bukan kering kerontang tidak berjiwa. Itulah sebabnya persiapan teknis berupa bahan, pengetahuan tentang bentuk artikel/feature, 5 W 1 H dll. harus tetap dilengkapi dengan “menangkap spirit” dari masyarakat pembaca.
]
Referensi

Ermanto, 2005, Wawasan Jurnalistik Praktis, Yogyakarta: Cinta Pena.
F. Rahardi, 2005, Panduan Lengkap Menulis Artikel, Feature, dan Esai untuk Pemula, Handout tidak diterbitkan.
Made Pramono, 2011, E-learning jurnalistik olahraga: http://ilmu.unesa.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar