A.
Tentang Modul
Apakah yang disebut sebagai modul? Dalam
pengertian umum, modul adalah standar atau satuan pengukur. Dalam konteks
pendidikan, modul adalah paket atau program belajar mengajar, mulai dari
perencanaan, pelaksanaan sampai ke evaluasi terhadap dampak hasil pelaksanaan.
Ada berapa
macam modulkah dalam dunia pelatihan? Ada modul dasar, ada modul lepas dan
modul lengkap. Yang dimaksud sebagai modul dasar adalah paket belajar –
mengajar secara lengkap, namun hanya menyangkut garis besarnya saja. Tujuannya
agar peserta didik memiliki pengetahuan dasar tentang suatu bidang, sektor atau
materi yang dilatihkan. Modul lepas adalah paket belajar – mengajar secara
detil dan mendalam, namun hanya menyangkut satu bagian dari keseluruhan
kegiatan. Modul lengkap adalah paket belajar mengajar secara lengkap, detil dan
mendalam. Biasanya yang disebut modul lengkap, adalah modul dasar ditambah
dengan keseluruhan modul lepas.
Bagaimanakah
kaitan modul dasar dan modul lepas dalam pelatihan jurnalistik?
Dalam kaitan pelatihan jurnalistik, yang dimaksud sebagai modul dasar adalah, peserta didik diharapkan memiliki pengatahuan dasar tentang teori jurnalistik, berikut semua bentuk tulisan di media massa dan tatakerja penerbitannya. Berarti seorang peserta didik yang mengikuti modul dasar, sudah siap untuk terjun sebagai wartawan pemula. Modul dasar cocok untuk melatih pengelola bulletin, jurnal dan penerbitan intern lainnya. Modul lepas adalah paket belajar – mengajar yang bisa berdiri sendiri, namun masih memiliki keterkaitan dengan keseluruhan paket kegiatan. Misalnya modul penulisan news, artikel, features, reportase. Modul ini dibuat berdasarkan bentuk tulisan di media massa. Bisa pula modul lepas disusun berdasarkan aspek yang akan dikerjakan dalam kegiatan kewartawanan. Misalnya modul penentuan tema tulisan, pengumpulan bahan dan peliputan, memotret, bahasa jurnalistik, pemilihan media, rubrikasi dll. Modul lepas bisa dipergunakan secara tersendiri (misalnya pelatihan meliput), beberapa modul lepas sekaligus (misalnya menulis news, artikel dan feature), bisa juga modul lepas tersebut digabung secara keseluruhan dan ditambah modul dasar hingga menjadi modul lengkap.
Dalam kaitan pelatihan jurnalistik, yang dimaksud sebagai modul dasar adalah, peserta didik diharapkan memiliki pengatahuan dasar tentang teori jurnalistik, berikut semua bentuk tulisan di media massa dan tatakerja penerbitannya. Berarti seorang peserta didik yang mengikuti modul dasar, sudah siap untuk terjun sebagai wartawan pemula. Modul dasar cocok untuk melatih pengelola bulletin, jurnal dan penerbitan intern lainnya. Modul lepas adalah paket belajar – mengajar yang bisa berdiri sendiri, namun masih memiliki keterkaitan dengan keseluruhan paket kegiatan. Misalnya modul penulisan news, artikel, features, reportase. Modul ini dibuat berdasarkan bentuk tulisan di media massa. Bisa pula modul lepas disusun berdasarkan aspek yang akan dikerjakan dalam kegiatan kewartawanan. Misalnya modul penentuan tema tulisan, pengumpulan bahan dan peliputan, memotret, bahasa jurnalistik, pemilihan media, rubrikasi dll. Modul lepas bisa dipergunakan secara tersendiri (misalnya pelatihan meliput), beberapa modul lepas sekaligus (misalnya menulis news, artikel dan feature), bisa juga modul lepas tersebut digabung secara keseluruhan dan ditambah modul dasar hingga menjadi modul lengkap.
Bagaimanakah kaitan antara modul dasar,
modul lepas dan modul lengkap dalam pelatihan jurnalistik? Modul dasar bisa
diberikan dengan alokasi waktu dua sampai 3 hari (20 sd. 30 jam efektif). Modul
lepas bisa diberikan masing-masing dengan alokasi waktu sama dengan modul
dasar. Kalau dalam pelatihan jurnalistik disusun 5 modul lepas, maka alokasi
waktu untuk modul lengkap (lima modul lepas + satu modul dasar) adalah 18 hari
atau antara 360 sd. 540 jam efektif. Untuk menghemat biaya, biasanya disusun
modul dasar terlebih dahulu, baru kemudian modul lepas yang dianggap paling
urgent. Setelah jumlah
modul lepas dirasa cukup, baru dirangkai menjadi modul lengkap.
Apa sajakah
yang harus dibuat dalam sebuah modul pelatihan jurnalistik? Yang mula-mula
harus disusun adalah, karakteristik kelompok sasaran dari pelatihan yang
direncanakan. Misalnya, mereka adalah kelompok masyarakat umum, usia antara 20
sd. 40 tahun, berpendidikan perguruan tinggi (heterogen), sebagian besar sudah
bekerja di berbagai bidang/sektor. Yang menyatukan
mereka adalah, semuanya merupakan pengasuh bulletin/jurnal intern kelembagaan
dan ingin agar media tersebut jadi lebih baik. Semuanya juga berharap untuk bisa menulis
artikel di media massa umum. Dari sini kita bisa menentukan tujuan pelatihan.
Dari tujuan tersebut, ketahuan bahwa yang diperlukan adalah modul dasar dengan
modul lepas penulisan artikel. Dua modul ini harus dikonkritkan dengan mendata
kuantitas dan kualitas peserta, kurikulum, jadwal, hand out, alat peraga,
instruktur, narasumber, lokasi dan waktu palatihan. Dari data yang ada bisa
disusun proposal berikut anggaran biayanya.
B. Kurikulum dan Metodologi
Apakah yang
disebut sebagai kurikulum? Kurikulum adalah kelompok mata pelajaran yang harus
diberikan dalam satu program pendidikan, lengkap dengan satuan waktu yang
diperlukannya.
Dalam
konteks modul dasar pelatihan jurnalistik, kurikulum yang bagaimanakah yang
diperlukan? Seperti halnya dengan modul, kurikulum pun disusun berdasarkan
karakteristik peserta didik, berikut kebutuhan yang mereka rasakan. Kurikulum untuk para calon wartawan koran terkemuka, tentu lebih
banyak terfokus pada news dan reporting. Kurikulum untuk penulis lepas, lebih
banyak terfokus ke artikel. Setelah itu baru ditentukan, materi apa saja yang
harus disampaikan untuk mencapai tujuan tersebut, berapa waktu yang diperlukan
dan metodologi apa yang paling tepat untuk menyampaikannya.
Apa sajakah materi minimal yang diperlukan
dalam kurikulum modul dasar pelatihan jurnalistik untuk umum? Pertama
pengenalan media massa
dan kegiatan jurnalistik. Berikutnya bentuk-bentuk tulisan, menentukan tema,
mencari bahan/meliput, memotret, menulis dengan 5 W 1 H dan terakhir mengirim
teulisan tersebut ke media massa
umum. Idealnya materi tersebut disampaikan dalam jangka waktu satu minggu.
Namun bisa saja dilakukan strategi hanya dua hari di kelas, kemudian latihan di
rumah masing-masing untuk berkumpul lagi di kelas selama dua hari.
Apakah yang disebut sebagai metodologi?
Metodologi adalah strategi dan teknik penyampaian kurikulum kepada peserta
didik, yang dilakukan oleh instruktur atau narasumber, dengan tujuan diperoleh
efektifitas dan efisiensi optimal. Misalnya, kalau tujuan pelatihan adalah agar
tulisan peserta didik (umum) bisa dimuat di media massa, maka metode work shop paling efektif
dan efisien.
Faktor apa
sajakah yang harus diperhatikan dalam menentukan metodologi? Pertama faktor
peserta. Kalau pesertanya remaja dan anak-anak, metode
bermain akan lebih efektif dan efisien. Peserta ibu-ibu atau bapak-bapak, lebih cocok
metode simulasi atau diskusi kelompok. Selain spesifikasi peserta, faktor
jumlah juga sangat menentukan metodologi yang harus digunakan. Peserta 10 sd.
20 orang, paling tepat metodologi diskusi intensif. Jumlah 20 sd. 30 orang bisa
dengan metode diskusi kelompok dan pleno. Modelnya masih model kelas. Peserta
di atas 50 harus menggunakan metode ceramah. Peserta berjumlah ratusan harus
memakai metode pidato. Selain peserta, waktu dan lokasi pelatihan juga harus
menjadi pertimbangan dalam menyusun metodologi. Kalau waktunya pendek, maka
metode ceramah dan tanya jawab labih tepat. kalau waktunya panjang, maka
diskusi kelompok dan pleno lebih baik dilakukan. Selain itu juga
dipertimbangkan apakah peserta menginap di lokasi pelatihan atau tidak dsb.
Lokasi pelatihan di Jakarta atau kota besar lainnya, pasti memerlukan
metodologi yang berbeda dibanding dengan pelatihan yang diselenggarakan di luar
kota. Selain itu juga perlu dilihat faktor ruang kelas, peraga, kuantitas dan
kualitas instruktur/narasumber. Dan terakhir yang paling penting adalah faktor
biaya.
Mengapa
pelatihan yang banyak diselenggarakan di Indonesia selama ini hanya menggunakan
metodologi ceramah dan tanya jawab? Karena penyelenggara pelatihan, umumnya
terdiri dari karyawan biasa dari sebuah lembaga, yang sama sekali tidak
menguasai bidang palatihan. Hingga pelatihan hanya diartikan sebagai
mengumpulkan peserta di satu tempat, mengundang pembicara dengan makalahnya
lalu diadakan tanyajawab dan selesai. Di Indonesia, hanya sedikit lembaga
pendidikan yang benar-benar menguasai metodologi pelatihan.
C.
Handout Pelatihan
Apakah yang disebut sebagai hand out
pelatihan? Hand out pelatihan adalah barang cetakan, kaset, DVD (Digital Video
Disc), VCD (Video Compact Disc) atau bentuk-bentuk lain yang berisi materi
pelatihan, sebagai acuan bagi peserta didik, instruktur maupun narasumber.
Mengapa
selama ini peserta pelatihan hanya diberi makalah yang berasal dari narasumber?
Karena panitia penyelenggara pelatihan tidak tahu bahwa hand out adalah salah
satu sarana pelatihan yang sangat penting dan variasi bentuknya sangat beragam.
Dalam kaitan dengan pelatihan jurnalistik,
hand out apa sajakah yang diperlukan? Pertama buku-buku tentang pelajaran dan pengetahuan tulis – menulis
serta jurnalistik. Di Indonesia buku-buku demikian masih sangat sedikit. Buku
tentang tulis menulis yang lengkap hampir semuanya masih berbahasa Inggris dan
hanya ada di perpustakaan besar. Yang juga bisa dimanfaatkan sebagai hand out
adalah bahan-bahan pelatihan intern media massa dan diktat-diktat pelajaran di
jurusan publisistik dan jurnalistik perguruan tinggi.
Mengapa hand out mutlak diperlukan dalam
sebuah pelatihan?
Hand out sangat diperlukan dalam sebuah pelatihan, karena ibaratnya buku pelajaran di sekolah dan perguruan tinggi. Hand out diharapkan bisa terus membantu peserta didik setelah yang bersangkutan selesai mengikuti program pelatihan.
Hand out sangat diperlukan dalam sebuah pelatihan, karena ibaratnya buku pelajaran di sekolah dan perguruan tinggi. Hand out diharapkan bisa terus membantu peserta didik setelah yang bersangkutan selesai mengikuti program pelatihan.
Bisakah hand out dibuat khusus oleh panitia
atau penyelenggara pelatihan untuk kebutuhan yang juga sangat khusus?
Seharusnya memang demikian. Penyelenggara pelatihan seharusnya menyusun modul,
kurikulum berikut hand outnya dalam sebuah paket palatihan. Namun untuk
melakukan tiga hal ini sekaligus, biayanya akan sangat mahal. Hingga bisa saja
pelatihan memanfaatkan hand out berupa buku-buku, brosur, diktat dll. dari
luar.
D.
Alat Peraga Pelatihan
Apakah yang disebut sebagai alat peraga
pelatihan? Alat peraga pelatihan adalah benda, termasuk tumbuhan, binatang dan
manusia, yang bisa membantu proses transfer informasi dari instruktur,
narasumber dan hand out ke peserta didik. Benda yang biasa dijadikan sebagai
peraga adalah peta, gambar, poster, foto, televisi, OHP, Slide Projector, In
Focus, papan panel, papan tulis dll. Barang-barang yang tidak lazim pun,
termasuk tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia, bisa dijadikan alat peraga asal
efektif dan efisien.
Alat peraga apakah yang minimal harus ada
dalam sebuah pelatihan jurnalistik?
Contoh koran, majalah, tabloid, bulletin, jurnal dan news letter mutlak harus ada sebagai peraga. Kemudian perangkat fotografi, hasil foto-fotonya dll. Perangkat standar yang bisa membantu sebagai peraga adalah OHP, In Fokus, slide projector, papan panel dan papan tulis.
Contoh koran, majalah, tabloid, bulletin, jurnal dan news letter mutlak harus ada sebagai peraga. Kemudian perangkat fotografi, hasil foto-fotonya dll. Perangkat standar yang bisa membantu sebagai peraga adalah OHP, In Fokus, slide projector, papan panel dan papan tulis.
Mengapa
tumbuhan, binatang dan manusia bisa dijadikan peraga dalam pelatihan
jurnalistik? Tumbuhan, misalnya pohon-pohon atau tanaman lain di halaman lokasi
pelatihan, bisa dijadikan peraga dalam mata pelajaran pengamatan lapang.
Demikian pula halnya dengan binatang. Misalnya, pelatihan jurnalistik yang
diselenggarakan di Hotel Safari Gerden di Cisarua, bisa memanfaatkan binatang
di Taman Safari sebagai peraga ketika seorang instruktur atau narasumber
menjelaskan proses peliputan dan pengumpulan informasi. Manusia bisa dijadikan
peraga ketika kelas sedang melakukan prektek simulasi wawancara. Salah satu
panitia atau instruktur dijadikan peraga untuk simulasi wawancara.
Mengapa alat
peraga penting dalam sebuah pelatihan? Alat peraga memegang peran penting dalam
sebuah pelatihan, karena bisa membantu meningkatkan prosentase informasi yang
bisa ditangkap oleh peserta didik. Kalau seorang narasumber hanya membagikan
makalah, kemudian berbicara lalu tanya jawab, maka informasi yang bisa
ditangkap peserta didik sekitar 40%. Kalau dalam mata pelajaran menulis artikel
tentang martabak telor, diundang seorang tukang martabak lengkap dengan
gerobaknya untuk dijadikan peraga (diwawancarai), maka prosentase informasi
yang bisa ditangkap peserta didik akan meningkat sampai 70%.
Mengapa
selama ini alat peraga kurang dimanfaatkan secara optimal dalam tiap pelatihan?
Karena penyelenggara pelatihan, instruktur dan narasumber kurang memahami
pentingnya peraga dalam sebuah pelatihan. Selain itu faktor biaya kadang-kadang
juga menjadi kendala dalam penyediaan dan kelengkapan peraga.
Bisakah
paraga justru mengganggu proses belajar mengajar dalam sebuah pelatihan? Bisa.
Misalnya, sehabis makan siang, perancang kurikulum pelatihan memasukkan jadwal
pemutaran film. Sebab materi yang ada di kurikulum adalah menulis resensi film.
Ketika film diputar, maka perhatian seluruh peserta didik akan tertuju ke film
tersebut. Bukan pada materi palatihannya.
E. Instruktur dan Narasumber
Apakah yang
dimaksud sebagai instruktur dalam sebuah pelatihan? Instruktur adalah pemimpin
pelatihan, yang tugas utamanya memberi instruksi kepada peserta didik, sesuai
dengan kurikulum dan metodologi yang digunakan. Dalam satu pelatihan
jurnalistik dengan peserta 20 sd. 30 orang, idealnya ada dua orang instruktur
yang bekerja bergantian (dua shift) atau bersamaan (berduet).
Apakah syarat utama yang harus dipenuhi oleh
seorang instruktur pelatihan? Pertama dia harus ramah dan berkepribadian
menyenangkan. Berpenampilan menarik namun tetap sopan. Mampu berbicara keras
meskipun tanpa mike dan memiliki wibawa (pengaruh) agar instruksinya dipatuhi
oleh seluruh peserta didik. Instruktur juga harus bisa memberi motivasi kepada peserta didik, bahwa
yang paling diuntungkan dari program pelatihan ini adalaa para peserta didik
sendiri.
Apakah
instruktur tidak perlu menguasai materi pelatihan? Instruktur
memang harus tahu materi pelatihan yang akan diberikan melalui modul,
kurikulum, metodologi dan hand out. Namun instruktur tidak perlu menguasai
materi pelatihan. Sebab yang harus menguasai materi pelatihan adalah
narasumber. Yang harus dikuasai oleh instruktur justru kurikulum dan
metodologinya.
Apakah yang disebut sebagai narasumber dalam
pelatihan? Narasumber adalah tokoh yang diangap menguasai salah satu materi
pelatihan sesuai dengan kurikulum dan hand out pelatihan. Dalam pelatihan
jurnalistik maka narasumber bisa seorang wartawan profesional, fotografer,
redaktur atau dosen jurnalistik di perguruan tinggi. Lebih ideal lagi kalau
narasumber tersebut seorang pakar dalam bidangnya. Misalnya, narasumber untuk
materi penulisan artikel, adalah seorang penulis artikel kenamaan, namun
sekaligus juga tahu ilmu jurnalistik, khususnya mengenai artikel.
Apakah
seorang narasumber tidak perlu menguasai metodologi pelatihan?
Narasumber tidak perlu menguasai metodologi pelatihan. Sebab yang akan menangani metodologi adalah instruktur dan panitia.
Narasumber tidak perlu menguasai metodologi pelatihan. Sebab yang akan menangani metodologi adalah instruktur dan panitia.
Apakah semua
penulis artikel hebat (terkenal), bisa dijadikan narasumber dalam sebuah
pelatihan? Pertama, penulis tersebut harus bersedia tampil dengan mamatuhi
ketentuan penyelenggara pelatihan (menyangkut honor dll). Kedua, penulis
tersebut harus bisa berbicara di depan peserta dengan jelas, menarik namun
tetap akurat. Ketiga, narasumber tersebut diharapkan
benar-benar menguasai bidang penulisan dengan cukup baik (bukan sekadar
terampil menulis).
F.
Penyelenggaraan Pelatihan
Apakah yang dimaksud dengan penyelenggaraan
pelatihan? Penyelenggaraan pelatihan dimulai setelah ada modul, kurikulum,
metodologi dan hand out. Dengan modal tersebut bisa disusun proyek proposal
dengan anggaran biayanya. Namun yang terjadi selama ini, sebuah institusi
membuat proyek proposal sederhana, diajukan dan ketika anggaran turun baru
direncanakan pelaksanaan pelatihan. Yang disebut rencana pelatihan pun hanya
terkait dengan kepesertaan, pelatih dan lokasi pelatihan. Modul, kurikulum,
metodologi dan hand out tidak pernah terpikirkan dalam rapat perencanaan.
Dari manakah biaya penyelenggaraan pelatihan
diperoleh? Biaya
pelatihan bisa berasal dari anggaran intern institusi. Baik institusi
pemerintah (departemen, pemda, BUMN), lembaga keagamaan, LSM, perguruan tinggi
dan lembaga penyelenggara media massa. Bisa pula biaya
berasal dari lembaga donor. Terutama lembaga donor asing (UNDP, USAID, Ford
Foundation, Asia Foundation, MEE dll). Namun biaya juga bisa dipungut dari peserta
pelatihan sendiri. Meskipun bisa tidak 100%. Misalnya ada subsidi 25%, 50% atau
75%.
Bagaimanakah
penyelenggaraan pelatihan di pemerintahan diorganisir? Di lembaga pemerintah,
baik departemen, non departemen maupun pemda, penyelenggaraan pelatihan
dilakukan oleh Pimpinan Proyek (Pimpro) yang sebelum era reformasi kekuasaannya
luarbiasa besar. Kontrol dari inspektorat, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) dan
BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan Pembangunan = Proyek) tidak pernah bisa efektif.
Akibatnya penyelenggaraan pelatihan, termasuk pelatihan jurnalistik, hanyalah
upaya untuk mencairkan dana proyek.
Bagaimanakah seharusnya penyelenggaraan
pelatihan diorganisir dengan benar? Di lembaga-lembaga swasta profesional,
terutama di perusahaan pengelola media massa,
program in house training jurnalistik dilakukan oleh unit independen yang
permanen. Baik untuk melatih calon wartawan, untuk penyegaran bagi wartawan
lama maupun untuk melayani pihak luar. Pelatihan intern demikian dilakukan
secara reguler dengan instruktur dan narasumber intern perusahaan tersebut.
Penyelenggara pelatihan jurnalistik profesional independen, juga melakukan
pelatihan reguler untuk melayani perusahaan media massa maupun pihak luar. Mereka punya unit
pelaksana pelatihan yang independen dengan instruktur permanen, namun tidak
memiliki narasumber. Pelatihan
insidental oleh lembaga swasta, biasanya dikelola oleh satu panitia. Baik
panitia pelaksana maupun pengarah. Instruktur dan narasumber semuanya dari
luar.
Bagaimanakah penyelenggaraan pelatihan yang
dilakukan oleh panitia? Panitia
pengarah (SC), hanya bertugas menjaga agar tujuan ideal pelatihan bisa berhasil
dicapai sesuai target. Panitia pelaksana (OC), bertugas melaksanakan pelatihan
mulai dari menghubungi instruktur, narasumber, peserta, memilih dan booking
lokasi, mendapatkan hand out dan peraga dll.
Siapakah
yang lebih berkuasa dalam pelaksanaan pelatihan, instruktur atau ketua OC? Ketua
OC bertanggungjawab terhadap permasalahan teknis pelatihan. Misalnya pembagian
kamar, makan, minum, snack, penggandaan materi, penyediaan peraga, penjemputan
narasumber, pemberian honor, transpor panitia/peserta dll. Sementara instruktur
bertanggungjawab terhadap proses pelatihan, terutama pelaksanaan kurikulum dan
metodologinya. Narasumber bertanggungjawab terhadap materi pelatihan.
G. Target yang Hendak Dicapai
Kapankah
terget pelatihan yang hendak dicapai ditentukan? Target pelatihan yang hendak
dicapai, ditentukan pada saat merancang modul (kalau modulnya belum ada) atau
pada saat merevisi (kalau modul lama sudah ada).
Apakah konkritnya target pelatihan yang
hendak dicapai? Misalnya
saja 20 orang dosen di perguruan tinggi (……nama……), mampu menulis artikel dan
50% bisa lolos dimuat di media massa pada tahun ini. Kriteria terget harus
jelas (terukur), realistis namun menantang dan ada batas waktunya. Target 20
orang menghasilkan artikel cukup jelas dan 50% (10 orang) bisa lolos dimuat di
media massa pada tahun ini, sudah merupakan ukuran dan batasan. Target itu
cukup realistis. Yang tidak realistis kalau tulisan seluruh peserta harus bisa
lolos dimuat di media massa. Namun target 50% juga cukup menantang. Yang tidak
menantang kalau misalnya hanya ditargetkan 10 atau 20%.
Apakah target itu harus dikomunikasikan ke
peserta didik?
Benar. Target ini sejak awal harus dikomunikasikan ke peserta didik. Bahkan secara lebih spesifik, sejak sesi I (pembukaan) harus dideteksi, apa sebenarnya harapan peserta didik dari pelatihan ini. Sebab bisa saja target penyelenggara ternyata tidak cocok dengan harapan peserta.
Benar. Target ini sejak awal harus dikomunikasikan ke peserta didik. Bahkan secara lebih spesifik, sejak sesi I (pembukaan) harus dideteksi, apa sebenarnya harapan peserta didik dari pelatihan ini. Sebab bisa saja target penyelenggara ternyata tidak cocok dengan harapan peserta.
Apakah
dibenarkan kalau targetnya adalah terselenggaranya pelatihan dengan peserta 25
orang dari tgl………….sd.tgl…………..dengan narasumber………………dengan biaya Rp……….? Tidak
benar. Sebab itu semua merupakan target penyelenggara pelatihan (target
panitia). Sementara yang dimaksud di sini adalah target pelatihan terhadap
peserta didik. Artinya, perubahan apa yang akan dialami peserta didik setelah
mengikuti pelatihan ini.
Bagaimanakah
penyelenggara pelatihan dengan peserta umum bisa mengetahui target pelatihan
tercapai atau tidak? Deteksi pencapaian target pasca
pelatihan, bisa dilakukan dengan monitoring, pembentukan kelompok alumni
training dll. Dari sini akan dapat dengan mudah terdeteksi, apakah benar
peserta didik melanjutkan menulis, mengirimkan ke media massa dan 50%-nya dimuat?
Referensi
Ermanto, 2005, Wawasan
Jurnalistik Praktis, Yogyakarta: Cinta Pena.
F. Rahardi, 2005, Panduan
Lengkap Menulis Artikel, Feature, dan Esai untuk Pemula, Handout tidak diterbitkan.
Made Pramono, 2011, E-learning jurnalistik olahraga: http://ilmu.unesa.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar